Video Of Day

Breaking News

Memangkas Epidemi HIV atau AIDS Secara Islami

AIDS merupakan epidemi paling mematikan dan terburuk yang pernah dihadapi manusia, sebagaimana dinyatakan Mark Stirling seorang mantan direktur UNAIDS. Setiap menit 4 orang didunia dengan usia 15-24 tahun terinfeksi HIV. Menurut UNAIDS sejak juni 1981, HIV telah membunuh lebih dari 25 juta manusia.

Berdasarkan catatan CDC (Centers for Disease Control and Prevention), hingga Desember 2006 terdapat 39,5 juta penderita HIV/AIDS. Sebanyak 37,2 juta adalah remaja, 2,3 juta usia kurang dari 15 tahun. Di Indonesia, berdasarkan catatan Ditjen P2PL-Depkes RI, hingga akhir September 2006, tercatat 11.604 kasus HIV/AIDS. Sebagaimana fenomena gunung es, diperkirakan kasus sebenarnya 90-120 ribu, 53% mengenai usia 20-29 tahun. Sementara jumlah HIV/AIDS di Indonesia sampai maret 2011 sudah sebanyak 24.282 orang dengan angka perkiraan bisa  mencapai 250 ribu orang dan data bulan juni 2011 dari Kemenkes ada 742 bayi lahir yang terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi kenaikan lebih dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir (tiga tahun lalu 354 bayi). Bayi tersebut lahir dari70-80% ibu yang tidak berprilaku berisiko namun para suami menderita HIV/AIDS. Sampai detik ini pun, di RSCM 1-2 bayi lahir dengan positif terserang HIV/AIDS (Republika, 20/02/12), bahkan negeri ini memiliki peningkatan luar biasa dalam epideminya (tercepat) Asia. Tidak jauh dengan Indonesia di Inggris-pun dalam 10 tahun terakhir terjadi tiga kali peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS dengan 25% tidak menyadari dirinya terinfeksi.

Berbicara mengenai HIV/AIDS tidak bisa lepaskan dari sebuah kebudayaan yang memungkinkan munculnya penyakit dengan transmisi utamanya seks bebas, dengan  programn yang dibalut  atas nama HAM, sekularisme dan liberalisme. Logika akal sehat manusia seakan kalah untuk memahaminya ketika ternyata angka HIV/AIDS terus merangkak naik, dengan ancaman yang terus meningkat termasuk kerusakan moral bangsa dan lemahnya sumber daya manusia.

Apakah yang sebenarnya telah terjadi? Benarkah  “keadilan dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri” yang diusung mereka benar-benar adil bagi penderita dan masyarakat atau justru merupakan ancaman baru bagi masyarakat yang tidak ingin keluarganya terkena HIV/AIDS? Dapatkah dikatakan pengakuan program yang ada adalah akibat kesalahan sistemik  prilaku yang  diawali dari kesalahan berfikir manusia dan kesalahan keyakinan? Keyakinan tentang siapa dirinya, tujuan hidupnya dan akan dibawa kemanakah akhir dari hidupnya ini.

Sebenarnya teori munculnya HIV/AIDS menimbulkan banyak kontroversi, asumsi dan spekulasi. Bukan hanya teori munculnya penyakit, bahkan program pemberantasannya pun sering tidak masuk di akal.

Pada tahun 1969 Dr. Robert Mac Mahan dari departeman Pertahanan meminta dan menerima $10 juta dana dari kongres AS untuk mengembangkan agen biologi buatan yang tidak ada imunitas alami untuk menahannya. Infeksi HIV/AIDS pertama kali ditemukan pada penderita HIV AIDS di San Fransisco tahun 1978. Pada tahun 1981 kasus AIDS yang pertama ditemukan dikalangan gay ini, selanjutnya merebak dikalangan homoseksual. Pada beberapa daerah terjadi perbedaan angka untuk kecenderungan homoseksual dan heteroseksual sebagai pola penyebaran HIV AIDS. Untuk kasus HIV/AIDS yang pertama di AS, beberapa saksi ilmuwan mencurgai dimasukkannya virus melalui vaksinasi hepatitis B karena pada tahun tersebut diumumkan percobaan vaksin hepatitis B yang ditujukan pada kaum homoseksual. Untuk alasan inilah kita harus berhati-hati terhadap ilmu pengetahuan dan produknya yang tidak secara pasti kita ketahui keamanannya.

HIV/AIDS menjadi ancaman yang sangat serius bagi umat manusia saat ini, karena sekali terinfeksi HIV ia akan menjadi pengidap HIV/AIDS seumur hidupnya. Fase AIDS adalah keadaan dimana berbagai penyakit mudah terjangkiti sampai berakhir pada kematian. Sampai sat ini belum ada obat ataupun vaksin, yang ada hanya sekedar menghambat perkembangan virus.

Ketika kita merasa sedih begitu banyak orang yang terjebak dengan penyakit ini, tentu dengan kesadaran kitapun ingin melihat penyebabnya. Kita adalah bagian penyelesaian, kita dan mereka harus mengenal bahwa Islam adalah “Rahmatan lil alamin/, agama yang membawa rahmat bagi segenap makhluk”. Jika setiap orang tidak ingin mendapatkan secara sengaja ataupun tidak HIV/AIDS, terjaga jiwanya dan kehidupan sosialnya Islamlah jawabannya. Sayangnya ketika umat islam belum memahami islam secara benar, sebagai penyelamat hidup dunia akhirat, nilai-nilai hedonisme, sekularisme, hidup secara pragmatis dan sebagainya begitu deras ditawarkan melumpuhkan nilai yang ada. Ketika iman dan takwa kita tidak bisa menyelamatkan hidup bangsa, umat Islam khususnya dimanakah kesalahannya? Kita bisa menilai apakah ini merupakan upaya konspirasi untuk melemahkan atau menghancurkan suatu umat? Hegemoni yang kuat terhadap yang lemah? Dominasi negara-negara Barat terhadap negeri-negeri Islam? Dan akibat  kita sendiri yang kurang berupaya untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang menganugrahkan Dinul Islam ini kepada kita serta nikmat hidup dan ribuan nikmat lainnya, menanamkan nilai Islam dengan cara yang benar, disertai kebodohan dalam menyelesaikan masalah yang ada?

Indonesia melalui Komisi Penanggulangan AIDS Nasional(KPAN) telah menetapkan strategi penanggulangan AIDS, yang diadopsi dari Strategi penanggulangan HIV AIDS Internasional dibawah payung UNAIDS (United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome) dan WHO. Kedua lembaga internasional ini menetapkan strategi penanggulangan HIV/AIDS berupa strategi harm reduction diantaranya meliputi penargetan kondom untuk pencegahan HIV /AIDS, pembagian jarum suntik steril dan pemberian substitusi narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA). Jika dikaji lebih lanjut,  kondomisasi, NAPZA dengan segala derivatnya akan menjerumuskan pada seks bebas sehingga risiko tertular HIV pun akan meningkat. Dengan alasan HAM pula, edukasi terkait ODHA telah mengabaikan aspek kehati-hatian.

Benarlah apa yang ditawarkan mereka terkait dengan peringatan  Allah swt yang berfirman dalam QS. Al-Baqarah:120, yang artinya “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama/cara hidup/budaya/gaya berpikir mereka.”

Sekali lagi, jika diakumulasi penyakit HIV/AIDS sekitar 90% disebabkan oleh seks bebas, zina, homoseksual,heteroseksual dan narkoba yang tidak lepas dari budaya sekularisme, liberalisme, yang merupakan anak kandung dari sistem kapitalisme yang memunculkan pola hidup serba permisif. Saat ini terjadi peningkatan jumlah HIV/AIDS yang signifikan sehingga dapat dipastikan telah terjadi peningkatan kasus baru dan atau penularan yang menggambarkan program yang ada dan sistem yang terkait gagal mengantisipasinya. Karenanya strategi penanggulangan HIV/AIDS harus berlandaskan pada moral dan syariat Islam, yaitu dengan memutus transmisi utama dengan mengeliminasi segala prilaku yang mengantar pada seks bebas dan penyalahgunaan NAPZA serta mengembalikan orientasi dan makna kehidupan yang sesungguhnya.

Mengenal HIV/AIDS

Human Immunedeficiency virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan orang yang terinfeksi HIV menjadi sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang dapat mengancam hidupnya, termasuk kanker.

HIV berada dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi, seperti di dalam darah, air mani, atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS penderitanya tampak sehat sampai kurun waktu kira-kira 3-10 tahun. Walaupun tampak sehat mereka dapat menularkan HIV pada orang lain, melalui hubungan seks, pemakaian jarum suntik bersama, atau transfusi darah. Inilah masa dimana seseorang sering kehilangan kewaspadaan untuk menularkan dan ditularkan. Ini pulalah sebenarnya yang digunakan program untuk “memuluskan” penyebaran HIV/AIDS melalui prilaku seksual bebas dan penyalahgunaan NAPZA yang “dilindungi” pada negara-negara yang dianggap tidak mampu menangani HIV AIDS dan dianggap sebagai cara yang efektif dan efisien.  Beberapa bahan infeksius dari penderita HIV AIDS adalah produk darah, sekresi vagina, semen, cairan amnion/ketuban, cairan selaput jantung, paru, selaput otak dan tulang belakang, peritoneal, cairan sendi dan air susu ibu, sedangkan yang tidak infeksius adalah air mata, air liur, dahak, keringat, urine, tinja. Tingkat risiko penularan tinggi adalah darah, serum, semen, sputum (dahak) dan sekresi vagina.

Penularan HIV/ AIDS dapat dengan berbagai macam cara, yaitu:
1.    Hubungan seks (anal, oral, vagina) dengan orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS atau dengan berganti pasangan atau homoseksual.
2.    Pada pecandu narkoba dapat terjadi melalui seks bebas dan jarum suntik yang dipakai bergantian. Penggunaan Naza dapat melemahkan fungsi kontrol diri sehingga dorongan seksual tidak terkendali.
3.    Ibu hamil penderita HIV/AIDS kepada janinnya, bisa saat hamil, saat melahirkan atau sesudah melahirkan atau lewat ASI.
4.    Melalui darah, misalnya transfusi darah, saling bertukar jarum suntik, alat tato, benda tajam termasuk alat cukur.

Perjalan penyakit HIV/AIDS diawali dengan adanya infeksi primer, dalam waktu 24-48 jam setelah terjadi infeksi primer sel limfosit tubuh yang terinfeksi berpindah ke kelenjar getah bening setempat,terjadi perbanyakan virus yang sangat cepat,setiap sel limfosit tubuh dapat mengeluarkan 5000 partikel virus, jumlah partikel HIV meningkat eksponensial secara terus menerus. Respon imun terlihat baik diawal infeksi tetapi tidak mampu mengatasi infeksi dan menurun sejak bulan pertama hingga 3 bulan berikutnya. Akibatnya uji laboratorim yang ada tidak mampu mendeteksi infeksi disebut ‘periode jendela’ padahal virus terus memperbanyak diri. Pada sebuah penelitian di Canada periode setelah infeksi primer yang paling infeksius dimana jumlah virus dalam tubuh sangat tinggi bisa sekitar 49 hari, walaupun ada yang menyatakan sampai 6 bulan. Pada fase ini memungkinkan terjadi infeksi HIV termasuk melalui transfusi darah apalagi di negara negara yang tidak mempunyai prosedural pemeriksaan HIV di darah.

Adapun stadium tanpa gejala, penderita terlihat sehat saja, sementara virus HIV terus bereplikasi secara aktiv sehingga penderita berpotensi menularkan HIV. Fase ini berlangsung sangat lama yaitu hingga 3-10 tahun. Inilah yang menjadi alasan mengapa fase ini dianggap kritis. Jika dicermati perjalanan penyakit HIV/AIDS menghabiskan waktu satu dekade, disertai adanya fase fase kritis penularan. Semasa fase kritis, ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) berada dalam kondisi yang memungkinkan penularan melalui darah dan atau cairan tubuhnya. Baik ODHA sendiri maupun orang-orang disekitarnya tidak menyadari potensi tersebut, karena tidak terlihat gejala adanya infeksi HIV/AIDS pada penderita, hasil uji lab yang negatif, sehingga pengobatan dan antisipasi kemungkinan penularan tidak dapat dilakukan segera.

Setelah melampaui masa tanpa gejala, penyakit memasuki stadium AIDS, ditandai dengan penurunan kerja system imun yang signifikan, perkembangan kanker yang tidak lazim, serta berbagai infeksi oportunistik. Pada keadaan AIDS lanjut terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh yang tajam, sehingga tubuh tak mampu membuat antibody dan pemeriksaan laboratorium serologi darah negatif. Sementara itu derajat keganasan/virulensi HIV terus meningkat, risiko terinfeksi akibat terpapar darah dan cairan tubuh semakin tinggi. Jelasnya resiko penularan meningkat jika keganasan dan jumlah virus tinggi atau keadaan AIDS sudah lanjut. Bagi masyarakat, kesadaran pemahaman ini masih sangat kurang. Darah dan cairan tubuh ODHA berisiko menularkan HIV karena mengandung virus yang dapat bertahan hidup 7 hari pada suhu kamar seperti pada jarum suntik .

Dari apa yang diuraikan beberapa strategi program yang mengedepankan HAM telah mengabaikan aspek kewaspadaan dan kehati-hatian. Jelas hal ini sama saja memfasilitasi penularan kepada orang yang sehat. Anehnya jargon program seks aman adalah menggunakan kondom, tanpa kesadaran memperhatikan status penderita HIV/AIDS  maupun pengobatannya yang harus benar-benar teratur karena ada kemungkinan virus bermutasi jika pengobatan kurang teratur. Sampai saat ini pengobatan HIV/AIDS walaupun diminum seumur hidup bukan untuk menyembuhkan tetapi untuk merubah sifat virus dan jumlah virus sehingga potensi menularkan berkurang. Jelas hal ini merupakan sebuah pembodohan, jika seseorang merasa aman tanpa mengetahui secara pasti status HIV  seseorang, apakah dia  terinfeksi HIV atau tidak, bagaimana status pengobatannya, apakah dalam pengobatan teratur atau tidak,kebiasaan berganti pasangan, dan menganggap kondom mencegah virus mudah bertransmisi. Justru dengan timbulnya rasa aman ini adalah sebagai alat penyebaran penyakit yang mungkin tidak terdeteksi sampai 10 tahun. Sampai sekarang tidak ada yang membuktikan bagaimana keamanan kondom, bahkan ketika sebagai alat pencegahan kehamilan saja banyak menimbulkan kegagalan. Sehingga tidak heran, jangankan masyarakat awam, beberapa  keluarga dokter pun ada yang tidak menyadari mereka sekeluarga terkena HIV/AIDS yang diperkirakan dari risiko pekerjaan. Maka tanpa ketidaktahuan seperti disebut diatas, secara akal sehat lebih baik tidak menyediakan kondom yang dapat disalahgunakan, kecuali bagi pasangan suami istri yang sudah dibuktikan secara hukum dan sudah mengetahui kondisi masing-masing, karena kondom secara tidak langsung sebagai alat legalisasi perzinahan, ketidakjujuran dan meluasnya penyakit.

Faktor Penghalang dalam Pencegahan Penyebaran HIV/AIDS


HIV/AIDS adalah penyakit yang mempunyai banyak dimensi, baik dimensi pribadi, kesehatan maupun sosial. Kemiskinan merupakan alasan seseorang tetap melakukan kegiatan  prostitusi. Pendidikan moral, agama dan formal  yang rendah menyebabkan kesadaran dan kemampuan meningkatkan taraf hidup dan kesehatan menjadi terbatas. Diluar itu ternyata kemajuan teknologi multimedia yang tidak terkontrol disalahgunakan untuk jalur penyampaian elemen asusila dan tidak setia kepada pasangan.

Dipihak pemerintah keterlibatan pemerintah dalam menghentikan  penyebaran virus HIV ini tidak tegas karena faktor-faktor ekonomi, politik dan hukum. Tempat prostitusi, UU miras, UU pornografi dan pornoaksi yang setengah hati. Belum diizinkan atas alasan HAM untuk ‘mendorong/memerintahkan’ seseorang melakukan pemeriksaan tes HIV secara lebih berkala pada calon pengantin dan memasukkan pemeriksaan tes virus HIV pada pemeriksaan kesehatan berkala dan berkesinambungan. Pemerintah kurang motivasi untuk menyediakan dana untuk penelitian penemuan obat baru HIV/AIDS, sehingga sangat tergantung pada bantuan, arahan dan tekanan dalam melakukan legislasi strategi. Karena terbukti secara ilmiah rokok adalah pintu masuk narkoba, lebih banyak menimbulkan mudharat maka sudah selayaknya iklan rokok di tertibkan, peringatan bahaya lebih diperjelas, cukai ditinggikan dan peredarannya dibatasi atau dihentikan, peringatan bahaya lebih diperjelas, cukai ditinggikan dan peredarannya dibatasi hanya di kalangan non muslim saja atau untuk diekspor. Laporan dari Temanggung bahwa banyak petani tembakau ketika panen tembakau menyisihkan uangnya untuk melakukan seks bebas dengan menggunakan kondom. Rasa tanggung jawab penderitapun dirasa kurang diupayakan. Kalau pemerintah hanya mengikuti kesepakatan internasional terhadap penderita HIV AIDS yaitu tanggung jawab care, support and treatment (CST) terhadap penderita, maka akanlah lebih layak jika ada komponen agreement (persetujuan), yaitu persetujuan agar penderita dapat membantu mengungkap jalur penularan, berisi pula komitmen tentang pengobatan yang teratur dan tidak menularkan kepada orang lain.

Sulitnya diagnosis HIV AIDS juga sering terjadi jika pasien menyembunyikan status HIV, karena secara fitrah mereka takut dengan penyakit ini, tidak tahu kemana membawa penyesalan ini, merasa terbuang, tidak memiliki harapan, tidak tahu apakah ada “organisasi/LSM Islam” yang memahami ruhiyah dan jiwa mereka dan mampu menuntun kearah jalan yang di Ridhoi Allah, sampai tidak tertutup kemungkinan keinginan jahat menyebarkan virusnya.

Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan HIV/AIDS

Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. Kedua lembaga internasional ini menetapkan beberapa langkah penanggulangan HIV/AIDS versi UNAIDS yang telah jadi kebijaksanaan nasional yang berada di bawah KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional) walaupun ada beberapa kebijakan KPAN kurang sejalan dengan  BNN (Badan Narkotika Nasional)

a.    Kondomisasi

Kondomisasi   sebagai salah satu butir dari strategi nasional tersebut telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Kampanye penggunaan kondom awalnya dipopulerkan melalui kampanye ABCD. ABCD yaitu A: Abstinensia,B; be faithful, C condom dan D no drug. Singkatan ini sungguh sangat simple dan mudah di ingat, apalagi dengan kampanye yang cukup gencar. Ironinya bagi anak-anak putus sekolah yang mungkin belum paham membaca,berbahasa Inggris kata-kata kondom adalah yang paling mudah diingat. Janganlah menjadi heran atau justru membenarkan perlunya kondomisasi tersebut jika anak usia 12 tahun seperti di Irian (penduduknya hanya 1%  Jumlah penduduk Indonesia,tetapi 19%  HIV/AIDS ada disini), sudah beberapa kali menggunakan kondom pada aktivitas seksualnya. Sesungguhnya ada kata-kata orang bijak mengatakan sesuatu yang buruk akan lebih mudah melekat dan menarik minat dibanding banyak nasihat yang baik. Memfasilitasi sesuatu yang buruk pasti menyebabkan kerusakan yang luar biasa. Apalagi saat ini kondom dibuat sekreatif dan semenarik mungkin tanpa jelas segi keamanannya.

Sampai saat ini kenyataannya kondomisasi ini tidak terbukti mampu mencegah penyebaran HIV AIDS. Disaat budaya kebebasan seks tumbuh subur, ketakwaan yang kian hari menipis, kultur kian individualistik, kontrol masyarakat semakin lemah, kemiskinan yang kian menghimpit masyarakat dan maraknya industri prostitusi, kondomisasi jelas akan membuat masyarakat semakin berani melakukan perzinaan apalagi dengan adanya rasa aman semu yang ditanamkan dengan penggunaan kondom. Parahnya dalam sebuah berita, acara tahun baru imlek 2012 didaerah Singkawang telah kehabisan persediaan kondom. Entah ini ada hubungannya atau tidak ketika desember 2011 KPAN meluncurkan pekan kondom nasional.

Kondom sesungguhnya sangat tidak aman untuk pencegahan penularan penyakit menular. Kondom sendiri terbuat dari bahan dasar latex (karet) yakni senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti mempunyai serat dan berpori, selain itu ukurannya jauh lebih besar dari virus HIV yang hanya berdiameter 0,1 mikron. Sampai 2 tahun yang lalu, penulis belum dapat meyakini berapa besar pori kondom lateks yang ada di Indonesia, karena alat yang ada di laboratorium kimia (polimer) BPPT Serpong ,belum dapat mengukurnya. Belum lagi pengaruh suhu, gesekan dan cara pemakaian. Hal ini terbukti adanya peningkatan laju infeksi 13-27% sehubungan dengan penggunaan kondom, sehingga layak dibuat peringatan bahwa “kondom hanya bagi pasangan suami istri dan tidak mencegah penularan penyakit seksual”. Di AS kampanye kondomisasi sudah dianggap gagal. Kampanye yang dimulai sejak 1982 dalam evaluasi 1995 yang dikutip oleh Hawari, D(2006) dari pernyataan H,Jaffe (1995) ternyata AIDS menjadi penyebab kematian no 1. Mungkin saja terjadi percampuran, perubahan keganasan virus yang dimudahkan transmisinya  oleh kondom. Amerika segera memperbaiki program penangan HIV AIDS melalui pengontrolan yang ketat, diagnosis, pengobatan, nutrisi dsb.

Mencermati uraian diatas jelasnya kondomisasi merupakan alat penyebaran penyakit, penghancuran akhlak dan penghancuran terselubung umat manusia. Logikanya kalau negara tidak mampu melakukan kontrol yang ketat, diagnosis yang baik dan bijak, pengobatan dan nutrisi yang adekuat, kenapa kita  berusaha menambah HIV/AIDS melalui cara yang justru dimurkai Allah? Dengan cara penyelesaian ini, akan dibawa kemanakah umat ini? Bukankan Rasulullah Saw bersbada: "Apabila perzinahan sudah merajalela pada suatu kaum niscaya akan ditimpakkan kebinasaan/kematian atas mereka" (HR. Al-Hakim no: 2510). Dalam kitab Syu'ab Al-Iman karya Imam al-Baihaqi ditegaskan ancaman Allah terhadap pelaku perzinahan sabda Rasulullah Saw: "Akan ditimpakkan atas mereka penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada generasi-generasi sebelumnya" (no: 3158). Dengan ini jelaslah bahwa HIV/AIDS merupakan azab dari Allah Swt, karena kenyataannya walaupun pemerintah sudah menyediakan secara gratis, sampai saat ini baru sekitar 60% penderita yang mendapat pengobatan HIV/AIDS bahkan dibeberapa daerah kurang dari itu. Jika hanya mengedepankan segi ilmiah setidaknya beri edukasi dan pemahaman bahwa kondom hanya mengurangi risiko penularan selama status HIV/AIDS diketahui, pengobatan ketat dan terkontrol dengan baik. Kondisi pengobatan yang teratur  adalah sesuatu yang sangat sulit, dan hanya bisa diketahui lewat pemantauan keluarga, bukan lewat pengakuan PSK misalnya. Perlu dipahami pula untuk mendapatkan diagnosis pasti HIV/AIDS butuh waktu cukup lama termasuk penularan akibat ketidakjujuran suami terhadap istri. Jadi bagi orang yang berakal yang paling penting adalah  mengetahui status HIV/AIDS dan pengobatan seseorang agar tidak ingin dibodohi, dan bukan mementingkan penggunaan kondom kecuali kalau memilih HIV/AIDS dalam beberapa tahun kedepan atau  mengharap murka Allah. Dan jika seseorang pengusung program kondomisasi tanpa pemberian opini yang benar tentang HIV/AIDS maka dialah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pembodohan opini HIV/AIDS berikut penyebarannya.

b.    Substitusi Metadon dan jarum suntik steril

Penyebaran HIV/AIDS yang sangat cepat akhir-akhir ini diperkirakan karena penggunaan jarum suntik secara bergantian dikalangan IDU (Intravenous Drug Users) yang jumlahnya semakin banyak. Hal ini dijadikan alasan untuk mensahkan tindakan pemberian jarum suntik steril dan substitusi metadon bagi penyalahguna narkoba suntik. Substitusi adalah mengganti opiate (heroin) dengan zat yang masih merupakan sintesis dan turunan opiate itu sendiri, misalnya metadon, tramadol dsb. Substitusi pada hakekatnya tetap membahayakan karena semua substitusi tersebut tetap akan menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon, selain metadon tetap memiliki efek adiktif. Kesulitannya adalah penentuan dosis metadon dan cara seseorang mengkonsumsi metadon yang sering dicampur obat lain,termasuk minuman keras. Belum lagi masalah kepatuhan untuk hanya menggunakan metadon tidak narkoba suntik. Sementara itu mereka yang terjerumus pada penyalahgunaan narkoba termasuk para IDU pada hakekatnya sedang mengalami gangguan mental organik dan perilaku, sehingga terjadi kehilangan kontrol dan menjerumuskan pengguna narkoba dan turunannya pada prilaku seks bebas termasuk penggunaan metadon.
   
Pemberian jarum suntik steril kepada penasun (pengguna narkoba suntik) agar terhindar dari penularan HIV/AIDS, jelas sulit diterima. Mengapa? Fakta menunjukkan bahwa peredaran narkoba di masyarakat berlangsung melalui jaringan mafia yang tertutup, dan sulit disentuh hukum. Jaringan tersebut bersifat internasional, terorganisir rapi dan bergerak dengan cepat. Selain itu sekali masuk perangkap mafia narkoba sulit untuk melepaskan diri. Hal ini terbukti dengan tingginya angka kekambuhan akibat ajakan teman. Dan setiap pemakai biasanya memiliki peer group/teman sebaya dengan anggota 9-10 orang. Tanpa pengontrolan yang ketat siapa yang menjamin jarum suntik tidak akan berganti, tidak dibuang secara sembarang atau tidak diisi heroin. Belum lagi pengontrolan terhadap dampak seks bebas. Jelas program ini  tidak adil bagi masyarakat dan bagi yang ingin benar-benar berhenti dari narkoba. Sekali lagi BNN tidak sejalan dengan program pembagian jarum suntik steril. Jadi mengapakah KPAN lebih mengakomodir program UNAIDS?

Kepada Siapakah Kita Harus Percaya?

Kebanyakan dari 16 juta perempuan dengan HIV hidup di Sub Sahara Afrika, dimana 60% perempuannya terkena HIV/AIDS. Dari angka yang tinggi itu ternyata banyak yang menggunakan kontrasepsi hormonal injeksi Depo medroxyprogesteron acetatt (DMPA) juga oral kontrasepsi. Sudah lebih dari dua dekade kenyataan ini. Sejumlah studi pengamatan telah menunjukkan hubungan antara kontrasepsi hormonal dengan tingginya  kejadian HIV diantara perempuan, penelitian pada monyet juga menunjukkan hasil yang sama. Namun atas nama dasar ilmiah maka dibutuhkan penelitian yang lebih besar, penelitian acak terkontrol untuk membuat suatu kesimpulan hubungan sebab dan efek secara signifikan. Belum ada hasilnya hingga sekarang. Pertanyaannya adalah, apakah kontrasepsi menjadi bagian alami pola hidup perempuan Sub Sahara? Kemudian mengapa dibutuhkan penelitian kembali entah kapan waktunya  jika atas nama kemanusiaan, populasi Sub Sahara harus diselamatkan. Apakah ada yang cacat dalam nilai kemanusiaan ilmu pengetahuan barat? Atau agar pembatasan /pengurangan populasi mendapat hasil dua kali lipat dan bisa dipergunakan untuk negara-negara dunia ketiga utamanya Islam? Dan ketika seorang perempuan ingin membatasi kelahiran, tetapi tetap bekerja sebagai PSK (HAM), dia ingin menipu Allah dan orang-orang mukmin, tapi makar Allah lebih dahsyat, justru dia lebih mudah terkena penyakit. Wallahu’alam.

Dari penelitian yang diamati terus menerus didapat model matematika dari hubungan prevalensi HIV, masa inkubasi penyakit (masuknya kuman sampai timbul gejala), tingkat pertumbuhan penduduk, bahwa pada angka seroprevalensi HIV lokal yang tinggi secara dramatis menurunkan pertumbuhan populasi 4% perkapita pertahun pada daerah yang fertilitasnya/kesuburannya tinggi. Jangan heran pemrogram HIV/AIDS tetap mempunyai angka yang dianggap ‘aman’ untuk disetujui bersama, tetapi mereka tetap menjalankan programnya, dan tidak ada yang mengontrol.

Pengobatan berbasis protease inhibitor banyak memberikan kemajuan harapan hidup penderita HIV/AIDS di negara maju. Sayangnya dengan mahalnya biaya menjadi sesuatu yang sulit bagi negara Afrika.Terapi subkuratif(dibawah standard) yang meningkatkan harapan hidup mereka yang terinfeksi dapat memberikan hasil jangka panjang yang sesat,jika disertai lama rata-rata peningkatan penularan infeksi HIV yang baru,aktivitas seksual yang meningkat dan tidak terkontrol yang artinya mengorbankan masyarakat. Untuk itulah kita harus benar-banar mandiri bukan hanya tentang produksi obat,tetapi kesesuain obat dan virus HIV jika tidak ingin memelihara bom waktu.

Penanganan HIV /AIDS terkait dengan penanganan penyakit  yang menyertainya seperti TBC, Hepatitis. Jika program TBC yang dipakai masih diadopsi dari luar seperti program HIV ini tanpa mengkritisinya dikhawatirkan terjadi banyak penyulit ditengah perjalanannya.

Pengguna kondom mempunyai risiko penularan yang berkurang sampai 80% jika dilakukan secara konsisten dan dengan cara yang benar. Penderita HIV/AIDS yang berobat teratur dengan viral load < 50 kopi/ml kemungkinannya sangat kecil menularkan, seperti 100% kondom. Penderita HIV yang menderita IMS (Infeksi menular seksual) sangat mudah menularkan HIV. Ketahuilah, penggunaan kondom yang gencar dipromosikan didukung dengan edukasi penelitian yang ada ternyata tetap meningkatkan jumlah penderita HIV/AIDS. Perilaku manusia memang sulit diprediksi, apalagi disertai sifat biologi, genetik baik manusia maupun virusnya belum secara paripurna dipahami. Apakah ini balasan dari Allah Swt? "Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As-Sajdah 21).

Adakah penelitian yang membandingkan dengan satunya pemahaman bahaya HIV/AIDS, tidak tersedianya fasilitas yang dapat memperluas dan penegakkan hukum yang sesuai (solusi islam) dengan laju HIV/AIDS dengan promosi yang ada sekarang.  Satu hal yang pasti, kondom sebagai alat kontrasepsi dan mencegah penularan penyakit pada seks bebas telah mengakibatkan kerusakan pada moralitas seksual, kerusakan yang tidak bisa dinilai dengan statistik, penyebaran penyakit dan problem tidak terkendali.

Jika China dapat bangkit dengan bersatunya komitmen bangsa untuk semua bertani, menggunakan sepeda, bekerja keras dan mampu menjadi negara maju, hukum mati bagi para koruptor, bahkan dikabarkan menghukum suami HIV penular istri. Jika Kuba dapat membangkitkan pemudanya dengan olah raga dan budaya. Dan AS sejak tahun 1965-an sudah mulai takut dengan kualitas mental tentaranya sebagai penggila seks bebas. Maka Indonesia harus mengambil sikap, percaya kepada komitmen bangsa sendiri yang mayoritas religius. Semua agama akan setuju jika berkomitmen ‘Katakan tidak pada seks bebas dan Narkoba, tegakkan hukum’. InsyaAllah negeri ini tidak perlu meminta bantuan luar negeri dalam menyelesaikan masalah ini.

Jika pemerintah Indonesia dan program dunia 2011 berkomitmen untuk mencapai tidak boleh ada infeksi HIV yang baru,tidak boleh ada diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS dan tidak boleh ada kematian akibat HIV/AIDS marilah kita lihat secara jernih apa yang sebaiknya kita lakukan dan tidak lakukan.

Penyelesaian Islam

Islam adalah satu-satunya agama yang memberi rasa tenang dengan mengenalkan bahwa Tuhannya sangat dekat kepada hamba-Nya, Maha Pengampun, dan kasih sayang-Nya mendahului murk-Nya. Allah Swt katakan bahwa Dia lebih dekat dari urat nadi bahkan DNA kita sekalipun. Dia akan mendekati kita dengan berlari ketika kita mendekati-Nya dengan berjalan. Islam telah menyediakan perangkat terbaik agar umat manusia dapat menikmati hidup didunia dengan berkah, hidup selamat dunia dan akhirat. Dalam menjalani kehidupan, setiap detik manusia selalu ada dalam hubungan manusia, Allah dan syaithan. Secara sederhana dalam menjalankan kehidupan harus memperhatikan aspek halal, thayyib dan mubah, termasuk agar terjaga kesehatan jiwa dan raga. Jika sebuah penyakit mengenai akal, jiwa atau raga pasti ada sesuatu diluar halal dan thayyib yang masuk melalui mata, telinga, mulut, hidung, kulit dsb yang kadarnya atau cara masuknya sudah merusak/tidak sesuai dengan sunatullah serta difasilitasi oleh syaithan/cara hidup syaithan termasuk harta yang haram, seks bebas, pelacuran, dan narkotika, pornografi dan pornoaksi, mode pakaian yang membangiktkan naluri yang tidak sesuai syariah. Oleh sebab itulah perlu dibuat antisipasi yang baik supaya tidak timbul penyakit dalam tatanan pribadi dan masyarakat. Dalam hal penyebab gangguan orientasi seksual seperti kaum homoseksual, heteroseksual ketika ilmu pengetahuan menemukan ada gangguan kromosom, Islam memberikan solusi dengan mendekatkan kromosom menuju pemiliknya yaitu Allah Swt. Dengan cara beriman dan bertakwa, beribadah dan beramal shalih seperti berdzikir, shalat, taubat, mendekatkan diri kepada Allah, bersedekah, bersilaturrahmi pada keluarga, memilih makanan dan minuman yang halal dan thayyib,  menutupi aurat, tidak menampakkan kecantikan, tidak berselingkuh, tidak stres dan tidak pernah putus asa, yakin Allah-lah yang menyembuhkan. Disarankan juga berobat ke dokter disertai tabib yang ahli dalam pengobatan yang sesuai metode pengobatan Nabi Saw. Tidak berbujang melainkan secepatnya menikah dengan cara yang syar’i (tidak melakukan nikah mut'ah/nikah kontrak atau nikah dengan sesama jenis), maka insya Allah akan terjadi pula perbaikan pada tingkat DNA, hormonal dsb, disinilah perlu penelitian mendalam. Ilmu neuropsikoimunologi menguatkan bahwa ketika jalan hidup kita sesuai sunatullah/ Tuhan menurut kepercayaan agama lain, maka kekuatan dan kesehatan jiwa raga kita meningkat. Allah menganjurkan berkasih sayang agar kesehatan jiwa manusia terjaga, tetapi Allah membenci kasih sayang yang merusak seperti berpoligami yang tidak adil dan prilaku homoseksual/lesbi juga sodomi.

Tidak ada ciptaan Allah yang merusak jalan hidup seseorang, ketikapun ada terbukti kelainan secara kedokteran,  selalu ada jalan yang diridhai Allah jika orang tersebut sadar bahwa hidupnya akan berkah jika bersama Allah. Islam menyediakan aturan melalui Al.Qur’an dan hadist agar secara pribadi dan tatanan kehidupan sosial umat manusia mencapai kesehatan jiwa dan raga seutuhnya. Untuk itulah tanggung jawab pemerintah, ilmuwan muslim dan masyarakat mempelajari dan menjaga sunatullah agar terjaga lingkungan hidup dan agar umat muslim khususnya mudah tunduk dan taat kepada perintah dan aturan Allah. Sesungguhnya manusia amat lemah jika menggantungkan hidupnya atas nama tanggung jawab pribadi dan lingkungan tanpa petunjuk dari Tuhannya. Bersegeralah mencari pertolongan Allah, karena sesungguhnya Allah-lah yang memahami fitrah hidup manusia dan pertolongan Allah itu sangat dekatidak ada ciptaan Allah yang merusak jalan hidup seseorang, ketikapun terbukti ada kelainan secara kedokteran,  selalu ada jalan yang diridhoi Allah jika orang tersebut sadar bahwa hidupnya akan berkah jika bersama Allah. Islam menyediakan aturan melalui al Qur’an dan hadis agar secara pribadi dan tatanan kehidupan sosial umat manusia mencapai kesehatan jiwa dan raga seutuhnya.Untuk itulah tanggung jawab pemerintah,ilmuwan muslim dan masyarakat mempelajari dan menjaga sunatullah agar terjaga lingkungan hidup dan agar umat muslim khususnya mudah tunduk dan taat kepada perintah dan aturan Allah. Sesungguhnya manusia amat lemah jika menggantungkan hidupnya atas nama tanggung jawab pribadi dan lingkungan tanpa petunjuk dari Tuhannya. Bersegeralah mencari pertolongan Allah,karena sesungguhnya Allahlah yang memahami fitrah hidup manusia dan pertolongan Allah itu sangat dekat.

Sudah selayaknya, sebagai seorang muslim tidak begitu saja mengikuti setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh negara-negara Barat. Islam telah memiliki pandangan tersendiri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada, pun dalam menyelesaikan persoalan HIV/AIDS ini. Kepada pemerintah, cobalah berpikir sedikit lebih cerdas akan strategi yang ditawarkan negara Barat dalam menghadapi HIV/AIDS. Solusi sesat dan menyesatkan penanggulangan HIV/AIDS melalui lembaga internasional (WHO, UNAIDS) adalah karena kebodohan mereka yang mengambil jalan keluar tidak berdasarkan fitrah hidup manusia. Diluar itu kita harus memikirkan adakah kepentingan mereka  melemahkan umat karena fakta yang sebenarnya tentang HIV/AIDS yang ditutupi tentu ada maksudnya. Bukankah populasi penduduk muslim di negeri-negeri muslim semakin bertambah sedangkan jumlah penduduk dinegara kafir semakin berkurang? Dalam aspek ekonomi telah terbukti bahwa Indonesia telah berhasil diporak porandakan oleh IMF. Kekayaan alam milik rakyat habis-habisan terkuras untuk kepentingan negara adidaya. Maka masihkah kita berharap pada lembaga internasional yang terbukti menjadi alat penjajah Barat? Serangan gencar budaya liberal melalui media massa tak lain bertujuan menjauhkan umat Islam dari keterikatan kepada agamanya. Kenikmatan hidup membuat mereka membenci dan menjauhi hukum Islam.

Allah Swt berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, karena mereka tidak henti-hentinya menyusahkanmu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya”. (QS. Al-Imran: 118)

Islam menyediakan solusi dalam permasalahan ini yaitu preventif dan kuratif yang ada dalam Al.Qur’an dan hadits.Solusi ini bisa dijalankan siapapun untuk jauh dari HIV/AIDS dan dampak buruk selanjutnya.

A.    Solusi Preventif
1.    Islam mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berkhalwat.
2.    Islam mengharamkan perzinaan,pornoaksi pornografi dan segala yang terkait dengannya.
3.    Islam mengharamkan prilaku seks yang menyimpang termasuk iklan kondom yang memfasilitasinya.
4.    Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornoaksi dan pornografi.
5.    Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba.
6.    Amar ma’ruf nahi munkar yang wajib bagi individu dan masyarakat
7.    Tidak  mengiklankan fasilitas kondom sebagai pengaman hubungan seksual.
8.    Memberikan hak bertemu keluarga dan memfasilitasi pembiayaan yang murah (penyediaan kereta khusus atau kendaraan khusus pekerja kelas bawah untuk pulang bertemu keluarga).
9.    Tidak membiarkan LSM peduli AIDS tanpa pengawasan ulama dan ahli kejiwaan muslim.
10.    Pembagian zakat dan penyaluran hasil proyek waqaf dan pemilikan umum (minyak, gas, batubara dsb) disertai edukasi dan penggerakan ekonomi untuk orang-orang miskin yang mata pencahariannya berisiko menularkan dan tertular HIV/AIDS seperti buruh, TKI, dan PSK.
11.    Islam sangat menghargai dan membutuhkan pemuda yang kuat. Membuat gedung pemuda, imtak, science dan olahraga di tiap-tiap kota sehingga remaja/pemuda mempunyai visi dan cita-cita besar, berprestasi, bersatu dan paham sejauh mana mereka harus bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya.
12.    Membuat peraturan untuk dapat mewajibkan pemeriksaan HIV/AIDS bagi orang yang berisiko agar terjadi keadilan pada tingkat sosial.
13.    Negara melindungi perempuan dan mengembalikan perempuan kepada kedudukannya yang mulia sehingga aspek kehidupan ibu dan anak harus mendapat prioritas.

      Pada tingkat individu
1.    Tidak mendekati narkoba dan seks bebas
2.    Segera memeriksakan diri jika ada risiko tertular
3.    Segera melakukan taubat yang sempurna agar tidak terjerumus

     B. Solusi Kuratif

1.    Memberi sangsi tegas bagi pelaku yang berzina, pemilik, pengedar, pabrik narkoba, pemilik media porno, distributor, mucikari, backing sampai dengan dibubarkan.
2.    Orang yang tertular HIV/AIDS karena perbuatannya harus dihukum, dikarantina, diperbaiki mental.
3.    Orang yang tertular HIV/AIDS karena tertular secara tidak langsung misalnya karena transfusi darah, tertular dari suami dsb, maka orang tersebut harus diberi perhatian lebih termasuk masalah hak dan keadilan
4.    Bersabda Nabi Saw.: "Apabila kamu mendengar penyakit menular di satu daerah, maka janganlah kamu memasukinya, dan apabila (wabah) terjangkit sedang kamu berada di satu daerah maka janganlah keluar dari negeri tersebut karena ia lari dari (penyakit) itu". (HR. Bukhari no: 5404).
5.    Melakukan penelitian mandiri terkait virus, obat kimia maupun herbal dan dukungan lainnya agar terhindar dari campur tangan negara lain.
6.    Tidak melakukan diskriminasi termasuk pengobatan dan pekerjaan apabila dianggap layak.

Pada tingkat individu
1.    Tidak meninggalkan ikhtiar dan taubat  untuk dekat dengan Tuhan
2.    Tidak bergantung pada methadon dan substitusi jarum suntik yang bisa berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
3.    Benar-benar berkonsultasi pada dokter dan ulama serta menjalankan pengobatan sehingga dapat mencapai kesehatan jiwa dan raga
4.    Ikhlas, sabar dan tawakal baik pada individu maupun keluarga menjalankan terapi dan rehabilitasi yang berbasis pada aspek yang diridhoi Allah swt
5.    Menjauhkan tindakan yang dapat menularkan kepada orang lain

“Mengkarantina” agar tidak ada infeksi baru dan agar penyakit tersebut tidak menular luas perlu memperhatikan hal hal berikut:
a.    Selama karantina seluruh kebutuhannya tidak diabaikan.
b.    Diberi pengobatan gratis dan optimal
c.   Berinteraksi dengan orang-orang tertentu dibawah pengawasan dan jauh dari media serta aktivitas yang mampu menularkan.
d.    Merehabilitasi mental (keyakinan, ketawakalan, kesabaran) sehingga mempercepat kesembuhan dan memperkuat ketakwaan. Telah diakui bahwa kesehatan mental mengantar pada 50% kesembuhan.

Solusi Islam bersifat tuntas.
•    Mengharamkan seks bebas dan yang terkait dengannya.
•    Mengharamkan narkoba.
•    Mengkarantina secara manusiawi ODHA dan didekatkan pada keluarga.
•    Memberikan penatalaksanaan dan pengobatan yang optimal
•    Mengedepankan aspek kesehatan mental dan spiritual
•    Tegakan sistem Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Insya Allah, dengan demikian generasi bangsa bisa terselamatkan dari seks bebas, HIV/AIDS dan narkoba. Wallahu’alam bi ash shawwab.

1 comment

Clara Wijaya said...

JAGUARQQ SITUS DOMINO99 POKER ONLINE DAN BANDARQ ONLINE

* Dengan Minimal Deposit : Rp 15.000,-
* Bisa deposit via pulsa XL dan Telkomsel
* Minimal DP Via Pulsa 15.000 ( Tanpa Potongan )

* Tersedia 9 Game Dalam 1 User ID
+ BANDARQ
+ ADUQ
+ SAKONG
+ DOMINO99
+ BANDAR66
+ POKER
+ BANDAR POKER
+ CAPSA SUSUN
+ PERANG BACCARAT

* Bonus Rollingan 0,5% Setiap minggu
* Bonus Referal 20% Seumur hidup

- Kontak Kami -
WA : +855964608606
TELEGRAM : +855964608606
LINE : csjaguarqq
Website : JaguarQQ
Klik Disini : BandarQ Online

Kunjungi Juga BlogSpot Kami :

JaguarQQ
Kemenangan JaguarQQ
Berita Gosip 
Cerita Seks
Sahabat Wisata